David Altman, PhD, Chief Research and Innovation Officer dari Center for Creative Leadership (CCL), pernah mengatakan bahwa "Perjalanan untuk mengangkat derajat perempuan bukan hanya sebuah keharusan moral tetapi juga sebuah kebutuhan strategis".
Menurut World Economic Forum, diperlukan waktu 149 tahun untuk menutup kesenjangan gender di Asia Selatan dan 189 tahun di Asia Timur dan Pasifik. Perempuan masih kurang terwakili di posisi puncak baik di sektor swasta maupun publik. Menurut Fortune, pada tahun 2023 perempuan hanya mewakili 10.4% dari CEO Fortune 500. Terbukti bahwa hambatan kemajuan bukan karena kurangnya ambisi perempuan.
Di Indonesia, meskipun ada peningkatan dalam pendidikan dan kesempatan kerja, perempuan masih menghadapi tantangan besar dalam mengembangkan karier. Tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan sekitar 53% pada tahun 2021, angka yang tidak banyak berubah selama dua dekade terakhir. Banyak perempuan masih terjebak dalam pekerjaan berproduktivitas rendah dengan upah rendah, dan kesenjangan partisipasi angkatan kerja antara laki-laki dan perempuan masih besar.
Sebagian besar perempuan Indonesia keluar dari pekerjaan setelah menikah dan melahirkan. Kesulitan menyeimbangkan tanggung jawab pengasuhan anak dengan pekerjaan menjadi kendala besar produktivitas. Kurangnya layanan pengasuhan anak yang berkualitas, minimnya dukungan keluarga, dan nilai budaya yang mengedepankan perempuan sebagai pengasuh utama memaksa banyak perempuan berhenti bekerja.
Riset oleh CCL bersama Prasmul-eli menyoroti masalah kepemimpinan perempuan di Asia Pasifik. Studi berjudul “Elevate The System: We do not need to change women — we need to change systems” mengungkapkan bahwa perempuan Indonesia yang berkeluarga seringkali menangani tanggung jawab domestik, menyebabkan kelelahan. Prioritas terhadap keluarga menjadi hambatan signifikan dalam kemajuan karier perempuan.
Untuk analisis lengkap, unduh laporan penuh secara gratis pada tautan berikut.
Gardhika Waskita Pakqi
Resident Assessor prasmul-eli